Senin, 05 Juli 2010

Bandung oh Bandung

Akhirnya Bandung udah mulai membenahi jalannya. Beberapa ruas jalan udah mulai dihotmix ulang. Walaupun beberapa ruas jalan lainnya cuma ditambal. Aku berharap, tambalan itu maksudnya untuk mempersiapkan pekerjaan hotmix.

Malu juga, sebagai warga kota bandung sering diledekin, kota bandung adalah kota seribu lubang. Emang sih, beberapa kali ke luar kota (DKI dan Jawa Tengah/Timur), jadi bisa ngerasain perbedaan kondisi jalan raya di kota Bandung dan kota-kota lainnya.

Seperti langit dan bumi...

Jalan di kota-kota di Jawa (Bandung juga jawa koq, cuma istilah ini sering ditujukan ke daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur), terutama kota besarnya emang mulus abis. Seperti habis disetrika trus ditambahin pelicin. Untung aja belom bisa dipakai bercermin. Kalau bisa dipakai bercermin, alamaaak, aku juga ga bakalan lewat jalan itu. Disamping underware para cewek yang memakai rok bakalan kelihatan, aku juga khawatir terpleset gara-gara asik bergaya di atas jalan raya. :D

Negeri ini memang dipenuhi hal-hal kontradiktif. Pemerintah menyarankan kita membeli bahan bakar nonsubsidi dengan harga yang lebih mahal, tapi jalan ga diperbaiki. Jadi dilema buat masyarakat, alokasi belanja bahan bakar mesti ditambah, tapi hal-hal yang menyebabkan pemborosan bahan bakar tidak diatasi terlebih dahulu. Contohnya ya jalan yang penuh dengan kawah itu.

Jalan yang penuh kawah itu, akan menyebabkan pengguna jalan raya banyak menghabiskan waktunya di jalan. Yang tadinya bisa mengendarai motor dengan kecepatan 60Km/Jam, jadi harus melambat paling banter di 40Km/Jam. Tahukan akibatnya? Tadinya bisa tiba di kantor dalam 1 jam akan berubah menjadi lebih lama. Kurang lebih 1 Jam 30 menit. Berarti sehari kita kehilangan waktu 1 Jam (bolak-balik). Sebulan 30 Jam waktu kita hilang percuma. Kalau ada 3 juta orang dibandung yang kehilangan waktu selama 30 jam per bulan, jadi berapa tuh total waktu terbuang?

Tips: gunakan kalkulator untuk menghitung matematika serderhana di atas.

Bagaimana dengan bahan bakar yang terbuang percuma? bagaimana dengan tingkat stress yang tinggi gara-gara setiap hari berhadapan denga kemacetan. Ya wajar aja, warga kota disebutnya cuek alias ga pendulian ma lingkungannya. Gimana mau peduli ma yang lain, dipikirannya cuma hitungan gimana caranya nyari duit sekedar untuk nutupin biaya bahan bakar.

Pemerintah pasti tahu koq, infrastruktur yang baik akan menunjang peningkatan kemakmuran. Jalan yang baik, akan mempercepat seseorang untuk tiba di kantor dan segera memulai proses produktif mereka. Jalan yang baik, akan mempercepat seseorang untuk tiba di rumah, beristirahat dan bertemu dengan keluarga. Tingkat stress akan berkurang.

Kendaraan Niaga juga akan lebih produktif, disamping akan menghemat bahan bakar, daya/frekuensi angkut juga meningkat.

Tapi, ada tapinya nih....
Jalan sebagus apapun, tapi kalau kendaraan yang menggunakannya udah melebihi daya tampung juga percuma. Panjang jalan di kota Bandung tidak bertambah secara signifikan setiap tahunnya. Tapi jumlah kendaraan terus tumbuh bak jamur di musim hujan. Akan tiba waktunya, kemacetan bukan lagi disebabkan kondisi jalan yang buruk, tapi tidak lagi tersedia ruang bagi kendaraan untuk bergerak di jalan raya. Bahkan motor pun tidak lagi memperoleh ruang yang cukup untuk bermanuver selap-selip di antara mobil.

Solusinya apa dunk?
Menambah panjang jalan udah kecil kemungkinannya. Membuat jalan layang? entah bisa terealisasi berapa tahun lagi. Membatasi umur kendaraan? juga bukan solusi efektif. Mobil tua juga lama-lama habis koq, tapi pertambahan mobil baru justru lebih cepat.

Ada alternatif,
Buat angkutan massal dalam kota. Yang nyaman, aman dan tepat waktu. Supaya orang-orang lebih memilih untuk meninggalkan mobilnya di garasi dan beralih menggunakan angkutan massal. Supaya orang-orang lebih memilih untuk tidak membeli kendaraan lebih dari 1 untuk setiap rumah tangga.

Kapan ya Bandung memiliki sarana angkutan massal Nyaman-Aman-Tepat Waktu.
Mimpi aja kali'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar