Rabu, 14 Juli 2010

Kebaikan Hati

Berapa banyak kebaikan hati yang disalahpahami?
Berapa banyak niat baik berakhir dengan situasi buruk?

Berapa banyak kebaikan hati yang pada akhirnya dituntut oleh yang menerimanya?
Seolah-olah sipemilik kebaikan hati memiliki kewajiban untuk selalu berbaik hati kepadanya.

Ingatlah, kebaikan hati itu adalah kemurahan pemiliknya
Diberikan kepada siapa saja yang diinginkannya...
Sekali lagi bukan sebagai kewajiban, tapi benar-benar sebagai kemurahan hati yang diberikan dengan cuma-cuma.

Mereka yang menerimanya, tidak mengetahui kedirian mereka
Menganggap bahwa setiap mereka menerima kebaikan hati orang lain disebabkan oleh kemuliaan yang ada pada dirinya.
Sungguh naif...

Tidakkah kamu sadar?
Bahwa kebaikan hati orang lain terhadapmu, justru karena melihat sedemikian banyaknya kelemahan yang ada padamu.
Tidakkah kamu mengerti?
Bahwa kebaikan hati orang lain terhadapmu, justru karena melihat lemahnya akal yang engkau miliki.

Kemurahan hati tidak diberikan kepada orang-orang yang mulia,
Karena orang yang mulia tidaklah membutuhkan kebaikan hati orang lain.
Orang-orang yang mulialah yang sesungguhnya si pemilik kemurahan hati itu.
Bagaimana mungkin engkau menyiramkan air ke dalam lautan lalu berharap bahwa lautan itu akan basah dengan siramanmu?

Sadarlah...
Semakin banyak engkau menerima kebaikan hati dari orang lain, maka waspadalah...
Sesungguhnya telah tampak sedemikian banyak kelemahan pada dirimu.

Engkau mengganggap dirimu mulia karena banyak yang peduli padamu...
Padahal kepedulian datang hanya kepada orang-orang yang menderita kemalangan.
Apakah kemalanganmu engkau anggap sebagai kemuliaan?

Dan ketika kebaikan dan kemurahan hati itu dicerabut dari dirimu,
Engkau sibuk menyalahkan orang-orang, sipemilik kebaikan hati telah melalaikan kewajibannya terhadapmu. Sejak kapan kebaikan itu hati berubah menjadi kewajiban?

9 komentar:

  1. KEREN ARTIKEL BARUNYA.........
    mungkin itulah sifat dasar manusia yang terkadang naif, atau mungkin inti dari sebuah kematangan dan kedewasaan itu belum tumbuh.he....he....

    BalasHapus
  2. dan apabila letak salahnya pada kami, mungkin itulah kekurangan kami, maafkan kami, jika salah

    BalasHapus
  3. Menurut gw mah kebaikan hati/kedermawanan adalah suatu kewajiban bagi umat Muslim. Perkara orang lain menyalahgunakan kebaikan kita ya memang ga bisa dibiarkan, tetapi itu soal lain.

    No offense bro, tapi entry ini kesannya ko hanya sekedar mencari alasan/pembenaran bagi anda untuk tidak berbuat baik.

    BalasHapus
  4. Tulisan ini mesti dilihat dari perspektif "yang menerima kabaikan hati" bukan dari sisi pelaku kebaikan. Demikian...

    BalasHapus
  5. Kebaikan hati itu bukan kewajiban, tapi sesuatu yang sudah seharusnya inhern bagi setiap manusia. Sebagian mengistilahkannya "FITRAH". Kebaikan hati tidak mengenal sekat agama. Tapi berbicara tentang kemanusiaan...

    BalasHapus
  6. Justru saya berkomentar karena membaca entry ini dengan memposisikan diri sebagai pihak yang penerima 'kebaikan,' dan juga karena adanya generalisasi seperti: penerima kebaikan hati adalah orang orang yang pendek akal, banyak kelemahan dan tidak menyadari 'kedirian' mereka didalam tulisan ini.

    Ditambah lagi dengan kalimat pretensius tentang kebaikan hati adalah milik orang orang yang mulia (yang disadari atau tidak, menyiratkan kepada pembaca bahwa anda mengganggap diri sendiri sebagai seseorang yang mulia), membuat saya tergelitik untuk menanggapi tulisan anda.

    BalasHapus
  7. Ya, yang AstraldRain katakan ada benarnya. Maksud saya begini: Saat Tuhan menganugerahkan rezeki kepada seseorang, seseorang akan sangat mudah bersyukur. Tetapi ketika rezeki itu sudah mulai dirasakannya sulit, maka sesorang akan mulai mepertanyakan: "Koq Tuhan memperlakukan saya seperti ini?" Padahal Tuhan memiliki Hak Sepenuhnya dalam hal mengatur rezeki. Jadi kebaikan hati/anugerah itu adalah sesuatu yang hanya bisa diterima tetapi tidak bisa dituntut bila tidak diperoleh. Kita hanya bisa mempersiapkan diri untuk layak menerima segala anugerah/kebaikan hati. Kata "Tuhan", "Aku", "Kau", "Dia" adalah bentuk personifikasi dalam tulisan ini. Bukan untuk menunjuk apalagi menuduh. Terima Kasih atas responnya.

    BalasHapus
  8. Oh...iya, untuk AstraldRain, minta bantuannya donk untuk mengomentari tulisan yang lain. Komentar apapun yang AstraldRain berikan itu akan memperkaya khazanah saya dalam membuat tulisan-tulisan selanjutnya. Terima Kasih ya sebelumnya....

    BalasHapus
  9. saya suka kata ini
    Tuhan memiliki Hak Sepenuhnya dalam hal mengatur rezeki. Jadi kebaikan hati/anugerah itu adalah sesuatu yang hanya bisa diterima tetapi tidak bisa dituntut bila tidak diperoleh.
    moga umat bisa memahami itu

    BalasHapus