Kamis, 24 Juni 2010

Membela Diri

Ada 1 jenis pembelaan yang sering kulakukan. bisa jadi, karena seringnya aku membela diri, aku menjadi salah satu ahlinya. Hehehe....

Dari hari ke hari, kesan pembelaan diri yang kulakukan dalam seluruh apologia yang kususun, semakin menyamarkan kesan "membela diri" yang memiliki resistensi tinggi terhadap orang yang mendengarnya.

Aku justru mampu menyulap apologia itu menjadi pujian atau sanjungan bagi sang penuduh. Bila sekali waktu aku dituduh berlaku buruk, maka aku akan berkata: " Bila tak ada aku sebagai pelaku keburukan, maka engkau tidak akan tampak sebagai pelaku kebaikan"

Dan, aha... sang penuduh pun terhipnotis, mereka tersanjung dan bersenang-senang dengan pengakuanku yang mendaulat dia sebagai tokoh kebaikan dan menegaskan diriku sendiri sebagai pelaku keburukan. Jangan salahkan aku bila mereka menikmati status ini dan melupakan niat dasarnya untuk memperbaiki perilaku-ku.

Mereka telah terperangkap, bahwa kebaikan hanya bisa dikenali dengan kehadiran keburukan di sisi kebaikan. Karena itulah aku semakin memahami mengapa manusia sangat mudah terperangkap dalam dikotomi segala hal. Karena memang, pen-dikotomi-an adalah metode yang sangat mudah membedakan sesuatu dari sesuatu yang lain.

Dan parahnya, dalam pen-dikotomi-an yang dilakukan, seseorang umumnya menempatkan diri sebagai salah satu kotak di antara kotak-kotak yang mereka ciptakan dalam imajinasinya. Dan AKU adalah salah satu pelakunya. Hehehe...

Soal membela diri, kadang kala aku merasa sebagai pengikut IBLIS -(aku berlindung kepada-Nya dari hal yang demikian)-. Aku teringat dengan teks yang kubaca, bagaimana hebatnya keahlian IBLIS membela diri di hadapan Tuhan.

Bisa dimaklumi, Iblis memang malaikat tertinggi yang jatuh dalam kesesatan, tapi ilmu-nya tetap dalam kadar yang sama. Jangan lupa, gurunya adalah Sang Maha Mengetahui. Keahlian inilah yang digunakan untuk menipu manusia.

Kemampuannya inilah yang menyesatkan manusia dari zaman ke zaman, dan hanya segelintir orang yang mampu meloloskan diri lubang jarum perangkapnya. Dan aku adalah salah satu manusia yang tertipu olehnya. Tapi aku tak akan pernah berputus asa dari pertolongan-Nya, karena aku tahu, Dia-pun tak pernah berputus asa pada harapan murni manusia.

Ketika aku melakukan pembelaan diri, aku bisa merasakan, darahku dipenuhi berbagai pengetahuan untuk melakukan pembenaran atas apa yang aku lakukan. Ketahuilah, saat itu Iblis telah menguasai aliran darahku. Keahliannya telah menjadi keahlianku, kebaikan dan keburukan tiba-tiba saja menjadi samar dalam pandanganku. Aku tak lagi peduli, apakah pembenaran ini menyesatkan atau tidak. Yang aku tahu, aku harus meloloskan diri dari tuduhan (walaupun benar kiranya), bak pengacara kondang dan hebat, dan keluar sebagai pemenang dengan panji kebenaran yang ada di tanganku.

Aku terus menerus mencari cara yang paling jitu untuk membunuh kebiasaanku membela diri. Tapi aku tak pernah menemukannya. Hingga kini yang aku tahu hanyalah kesediaan untuk merendahkan hati "mendengarkan" komentar atau bahkan tuduhan dari mereka yang memiliki mata yang lebih jernih.

Sudah saatnya aku melepaskan gelar "Sipemilik Seribu Jawaban", dan menyegerakan untuk menempa diri di madrasah kebijaksanaan untuk meraih gelar "Sipemilik Seribu Pendengaran".

-Mendengarkan jauh lebih mulia daripada meminta untuk didengarkan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar